Thursday, May 16, 2013

Mutiara Hati si Bungsu (1)

Alkisah, pada suatu wilayah di suatu negeri nan jauh d sana, hiduplah sepasang suami istri yang bahagia dan terpandang, karena sikap mereka yang ramah dan juga dermawan, secara harta benda mereka berlimpah ruah. Hidup mereka sangat sederhana walau dikaruniai harta yang melimpah oleh Allah ta'ala. Mereka juga disegani oleh masyarakat sekitar

Bertahun-tahun setelah pernikahan mereka, belum mendapat amanah (anak) dari Allah, setelah 5 tahun berjalan, lahirlah si sulung dengan tidak ada kesulitan sama sekali. Betapa bahagianya pasangan suami istri tersebut, karena penantian anak pertamanya, titipan Ilahi yang tak terhingga akhirnya muncul juga di kehidupan mereka.

Si sulung mulai masuk SD dan lahirlah adek si sulung yang menggantikan si sulung menemani sang ibu d kala sulung sedang sekolah. Sulung menjadi anak yang rajin dan pandai di kelasnya, rangking 1 tak pernah lepas dari predikat dan halaman raportnya. Si Sulung juga sangat sayang dengan adeknya, dan membantu ibu menjaga adek saat ibu istirahat atau memasak.

Tak terasa, waktu berjalan cukup lama, hingga anak pertama beranjak dewasa dan bekerja merantau di luar pulau, sedangkan anak kedua baru mulai masuk SMP, selisih beberapa bulan, si bungsu lahir ke dunia dengan selamat, walau sempat sungsang dan harus operasi. Dimana perjuangan sang ibu dipertaruhkan demi sebuah kehidupan baru, anak bungsu tercintanya.

Setelah lulus SMP, adek si sulung diterima SMA dengan beasiswa di sekolah favorit dikotanya, karena prestasinya, kakak si bungsu pun baru beberapa bulan sekolah di bangku pertamanya di SMA, sudah d pilih menjadi siswa teladan dan pertukaran pelajar, sedang si bungsu menjadi anak satu-satunya yang di rumah menemani ayah dan ibu, menjadi pelipur lara di saat orang tua mereka kesepian.

Sepulang dari program pertukaran pelajar, adek si sulung pun langsung direkomendasikan oleh sekolahnya untuk meneruskan kuliah di universitas ternama di kota seberang, sesekali saja adek si sulung pulang kerumah jika libur panjang, karena kesibukannya di organisasi dan juga kebut kuliah supaya bisa segera meneruskan jenjang S2 yang diimpikannya di luar negeri.

Dan tak lama kemudian si bungsu sudah bersekolah di bangku SD, tak kalah dengan kakak sulungnya, si bungsu juga peraih predikat nomor satu dalam hal akademis maupun non akademisnya. Karena si bungsu juga sangat suka bergaul dengan masyarakat dan ringan tangan, sehingga banyak orang yang suka padanya. Hingga prestasinya mengantar ia pada beasiswa d jenjang SMP hingga kuliah.

Tak lama setelah si bungsu masuk SMP, kakak sulungnya menikah dengan wanita di pulau perantauannya, sehingga si sulung menetap di sana, dan adek si sulung berhasil meraih S1nya sesuai target, dan segera meneruskan jenjang S2nya di negeri impiannya.

Jelang Ujian Akhir SMPnya si bungsu, sang ibu jatuh sakit karena efek operasi saat melahirkan si bungsu. Tepat saat si bungsu naik kelas kedua di bangku SMAnya, ibunya wafat dan si bungsu sangat terpukul, secara dia anak paling dekat dengan ibunya dibanding kakak-kakaknya. Namun nasehat-nasehat ayahnya yang membuatnya kembali tenang dan semangat menjalani hidup.

Beberapa bulan sesudahnya, adek si sulung telah selesai menempuh pendidikan S2 di negeri seberang dan kembali k rumah, tak lama kemudian, hanya berselang beberapa pekan, adek si sulung jatuh hati pada juniornya saat kuliah S1 dulu. Sehingga lamaran dan prosesi pernikahan pun dijalani dengan lancar, karena ternyata si junior juga menaruh hati pada adek si sulung sejak dulu. Pasca menikah, adek si sulung mengikuti jejak kakaknya, yakni tinggal di rumah mertua yang kebetulan satu kota dengan tempat kuliahnya dulu.

Karena si bungsu mendapat beasiswa dari pemerintah setempat sampai jenjang kuliah, akhirnya si bungsu memilih perguruan tinggi yang tidak jauh dari rumahnya, meski lokasinya masih berada diluar kota asalnya, namun setidaknya masih bisa ditempuh untuk pulang pergi setiap harinya, supaya si bungsu bisa menemani ayahnya yang menghabiskan masa jelang pensiunnya sendirian karena sang ibu telah tiada.

Tak jarang si bungsu mengajak teman-temannya hanya untuk belajar bersama, atau mengerjakan tugas di rumahnya, agar si bungsu selalu bisa menjaga ayahnya sambil belajar bersama teman-teman. Singkat cerita, akhirnya si bungsu lulus dengan predikat cumlaude dan sebelum lulus sudah di terima kerja oleh perusahaan ternama d kota metropolitan.

Akhirnya dengan berat hati si bungsu mengambil tawaran perusahaan tersebut dan berpisah dengan ayahnya tercinta untuk kali pertamanya, walau begitu, si bungsu selalu menyempatkan dirinya pulang walau hanya sekedar membawa oleh-oleh untuk ayahnya yang seorang diri. Untungnya sang ayah merupakan orang yang disegani karena kehidupan di masa lalunya. Sehingga banyak warga sekitar yang empati untuk ikut serta merawat beliau.

Sampai pada suatu masa, sang ayah menderita penyakit tua, yakni sakit lupa (alias pikun), dan para tetangga mulai susah untuk membantu merawatnya. Sehingga sang anak berkumpul semua untuk musyawarah, sebagai kakak tertua, si sulung perlu membuka forumnya, dan mengawalinya dengan sebuah ide yang ditawarkan pada adek-adeknya.

"Adek-adek, karena ayah sudah tua, sudah saatnya ada yang merawatnya, selain itu, ayah juga punya harta yang melimpah, sehingga bagaimana jika seluruh harta warisnya akan diberikan pada siapa saja yang merawat ayah, mengingat kita semua tinggal jauh dari rumah ayah (karena mereka tinggal di perantauan)?" usul si sulung.

Kemudian mereka terdiam sejenak memikirkan usul kakak tertua mereka, tiba-tiba terdengar seseorang meminta ijin untuk menyampaikan usulnya, dengan suara sedikit ragu dan malu, karena suara itu ternyata keluar dari si bungsu yang tetap hormat pada kakak-kakaknya. Dan kakak-kakaknya pun menghargainya dan memperbolehkannya.

"Begini kakak-kakakku, aku mau merawat ayah, tapi aku takut perbuatanku ini tidak tulus, karena aku merawat ayah dengan mendapat imbalan harta warisnya kelak. Bagaimana kalau tidak sedikitpun harta waris ayah kelak yang akan diberikan pada siapapun yang merawatnya, karena Allah yang akan membalas tulus sang perawat itu nantinya, dan warisan itu tetap akan dibagi rata sesuai aturan Islam, dan sebagian kita wakafkan", usul si bungsu.

Dan kedua kakaknya pun hanya bisa mengangguk-angguk bersamaan pertanda mengerti maksud si bungsu. Akhirnya, si sulung mengambil alih pembicaraan kembali, dengan menawarkan usul si bungsu tadi, dan mereka bertiga setuju, karena dirasa itu keputusan paling bijak. Usai kesepakatan itu, si bungsu meminta satu hal lagi, dan lagi-lagi dibolehkan oleh kakak-kakaknya.

"Saya juga minta satu hal lagi kakak, karena saya masih terikat dinas dan bekerja di luar kota, biar ayah saya bawa ke tempat saya, karena kebetulan saya sudah punya kontrakan sendiri di dekat kantor, agar bisa fokus dengan kerja juga fokus merawat ayah, serta saya khawatir tergoda dengan harta waris ayah kalau saya tetap disini", pinta si bungsu.

Si sulung cuma bisa berkata, silahkan adekku, jika dirasa itu yang terbaik menurutmu, aku percaya, dan musyawarah itu selesai dengan dibawanya sang ayah ke tempat tinggal (kontrakan) si bungsu, dan rumah peninggalan orang tua beserta hartanya di titipkan pada tetangga kepercayaan keluarganya.

----------------------------- TO BE CONTINUED ------------------------------

NB : Kisah ini disusun dari kumpulan-kumpulan nasehat hidup yang disampaikan Kyai Ilyas (maaf tidak tahu nama lengkapnya) dalam tausiyah di Pondok Pesantren Mahasiswa Al Jihad yang diasuh oleh Ust Imam Hambali, tentunya dengan tambahan bumbu-bumbu super, dan tidak mengurangi rasa (alur utama) dan aroma (amanah) dalam nasehat aslinya, hanya untuk tujuan supaya mudah dimengerti. Maaf jika ada kesalahan, kesamaan dan kekurangnyamanan dalam penyampaian. Semoga sepenggal kisah tak terarah ini dapat menjadi santapan rohani yang menyejukkan hati ^_^

By : #MotivaSyam

No comments:

Post a Comment